Tampilkan postingan dengan label life. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label life. Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 November 2014

, , ,

Idealisme dalam bekerja. Perlukah?

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum..

Setelah hampir 2 minggu bergelut dengan sebuah proyek. Kali ini saya kembali gabung menggarap proyek yang bernama "gool.co.id" yang dikatakan akan launching sekitar tanggal 5/8 desember versi pak direktur dan 10/12 versi ibu GM Bussiness.

Kali ini saya akan membahas idealisme saya dalam bekerja. Yang baru saya sadari bahwa itu perlu. "SANGAT PERLU!".

Setelah beberapa kali lembur sampai malam dan lembur di hari libur yang ternyata malah bikin saya jatuh sakit karena nggak biasa memforsir diri, saya memutuskan untuk tidak lembur sampai malam "di kantor". Atau lebih tepatnya saya tidak mau lembur di kantor.

Iya. Diruangan kantor, meja saya di kantor bahkan komputer saya di kantor.

Bukan berarti saya karyawan yang membangkang karena tak mau lembur. Bukan!

Hanya saja saya memilih untuk lembur ditempat lain, dimana saya bisa lebih rileks dan santai, tapi tetap menghasilkan sesuatu.

Memang.
Ketentuan "mendapat uang lembur" adalah lembur di kantor dari jam tertentu sampai jam tertentu. Dan saya pun tidak munafik kalau saya pun membutuhkan uang. Tapi itu bukan prioritas saya saat ini.

Saat ini, saya tengah menjalani kehidupan dua alam.
Katakanlah itu bekerja di siang hari, dan kuliah di malam hari. Kedua - duanya sama - sama butuh perhatian saya dan konsentrasi penuh saya.

Kalau lembur diluar nggak dibayar.

Saya sih nggak masalah.

Anggap lemburan saya adalah salah satu bentuk loyalitas saya dengan perusahaan. 

Bonus karena masih memberikan toleransi atas ketidak-mauan saya untuk lembur di kantor.

Keadaan yang membuat saya harus punya idealisme adalah. Saya kuliah menggunakan hampir separuh uang ayah saya (saya belum mandiri 100%).


  • Jika saya terlalu fokus bekerja dan mengabaikan kuliah saya, saya mengecewakan beliau. 
  • Jika saya terlalu fokus kuliah dan mengabaikan pekerjaan, saya bisa saja kehilangan pekerjaan saya dan menyebabkan biaya kuliah harus ditanggung 100% oleh ayah saya. Ditambah biaya hidup per bulan-nya. 
  • Jika saya fokus bekerja, tapi kuliah saya mundur dari jadwal, ayah saya pun tetap harus membayar biaya tambahan semester dan itu artinya, saya membuang - buang uangnya dan uang saya selama 1 semester.
  • Jika saya memilih fokus bekerja, ayah saya pasti melarang. Karena beliau ingin anak perempuannya lebih memilih pendidikan dibanding karirnya. Dan itu berarti, jika saya berhenti bekerja, beban kembali kepada ayah saya.
Beberapa "jika" diatas adalah realita yang membuat saya mau tidak mau harus memiliki idealisme yang mungkin sama - sama menyusahkan banyak pihak.
  • Pertama, perusahaan. Jika saya tidak lembur, atau lembur diluar, koordinasi akan lebih sulit.
  • Kedua, keluarga saya. Jika saya ingin lembur diluar kantor, otomatis waktu bersama dirumah akan lebih sedikit. Dan waktu untuk pulang akan lebih sempit.
Saya sadar, kontribusi saya ke perusahaan masih sedikit sekali dibanding dengan teman - teman saya yang lain. Tapi apa daya, banyak keadaan berbeda dibanding teman - teman kantor saya yang membuat saya harus ekstra pinter - pinter bagi waktu dan tenaga.

Setelah membaca bagaimana cara bekerja orang jerman, saya terinspirasi untuk menentukan idealisme dan ritme bekerja saya sendiri yang lebih efektif.

Saya memutuskan untuk fokus bekerja dari jam 8 - 17 setiap harinya. Dan tidak membawa pekerjaan ke rumah. Serta tidak lembur di kantor.

Itu artinya, pekerjaan saya sudah harus selesai sebelum saya sampai di rumah.

Jika tidak selesai?

Saya harus siap bangun lebih pagi dan keluar dari rumah lebih pagi untuk melanjutkan pekerjaan saya. 

Kalau harus mengejar sebuah deadline yang memang sangat butuh lembur? saya mengambil waktu lembur diluar kantor. Tidak dirumah. Saya bisa pergi ke perpustakaan atau laboratorium riset untuk melanjutkan pekerjaan saya sebelum saya pulang kerumah.

Yang pasti suasananya harus lebih rileks.

Karena keadaan lembur di kantor itu penuh dengan kelelahan siang hari yang kadang membuat saya merasa lebih stress dibanding biasanya.

Kadang, secara tiba - tiba ada meeting dimulai sejak jam 5 sore hingga kadang sampai jam 9 malam, bahkan kadang lebih dari itu yang mengharuskan saya untuk tidak hadir di perkuliahan saya.

Yang padahal, masih ada pagi hari dari jam 8-10 yang mungkin bisa lebih produktif jika ingin melakukan meeting untuk membahas sesuatu.

Begitulah.

Ada keadaan yang memang perlu idealisme kita dan perlu kita pandang dengan realistis.

So? Selamat bekerja semua.




Salam sayang..

-fk
Publisher: FK - 10.28

Minggu, 16 November 2014

, , , , , , ,

Skinny Jeans?

Bismillahirrahmanirrahim..

Assalamu'alaikum warohmatullah wabarokatuh..

Dear All readers..

Asli! Kepengen posting tentang skinny jeans gara - gara liat bang Raditya Dika di acara creative writing dan dia pake skinny jeans.

Ya, sebenernya nggak apa - apa banget sih, asalkan "pantes" dan orangnya ngerasa pede mah.
*ilustrasi*

Terus? Kenapa mau bahas skinny jeans?
Punya cerita lucu tentang skinny jeans?
Atau punya unek - unek soal skinny jeans?

Nggak juga sih.

Cuma katanya si bang Raditya Dika, kalau ada yang bikin gelisah, dijadiin tulisan (cerita lebih tepatnya) bisa jadi salah satu cerita yang bagus. Mungkin lain kali saya akan bikin cerita hidup tentang "Laki - laki dan perempuan generasi Skinny Jeans". Biar kekinian.

So, aslinya nulis tentang skinny jeans juga bukan karena mau mengomentari atau gimana. Cuma ada kegelisahan yang membuat saya harus mengemukakan kegelisahan saya itu.

Gak apa - apa ya?
Maaf intronya kepanjangan..hahaha

Skinny Jeans?
Ada apa dengan skinny jeans?

Sejujurnya ini menjadi concern saya terhadap fashion selama beberapa tahun terakhir *gaya*. Skinny jeans menjadi salah satu mode fashion yang lumayan masih diminati hingga saat ini.

Pertama kali mengenal Skinny jeans itu waktu SMA. Kalau nggak salah sekitar tahun 2008, temen - temen perempuan (se-gank) rame banget pada pengen punya "Celana Pensil", yakni celana yang makin kebawah makin sempit/ngepas kaki. Alasannya kepengen adalah karena bisa kelihatan lebih tinggi. Itu tahun pertama tau kalau ada celana yang namanya celana pensil atau yang lebih kekinian disebut "Skinny Jeans".

Apakah saya pernah coba?
Pernah.

Jadi ceritanya kenapa saya bisa "khilaf" mencoba celana itu adalah karena mamah yang beliin dan itu baju lebaran. Karena sayang mamah dan musti berbakti, dipakailah celana itu. Meski lebih banyak dianggurinnya.
Waktu itu, saya lagi nggak bisa ikut untuk beli baju lebaran (ada keperluan buat kuliah kalau nggak salah). Jadi minta dibeliin aja sama mamah. Karena mamah taunya saya fashionable, jadilah sama beliau dibeliin skinny jeans yang lagi "in" saat itu.

Setelah barang diterima oleh saya, ekspresi saya saat itu adalah "Pengen Nangis". Antara yang kesel, nggak tega, sama males kalau pakai celananya.

Pemikiran pertama setelah 1 detik pakai "Skinny Jeans" adalah "Ya Allah, ini celana sempit banget (padahal ukuran L, dan ukuran normal saya M), mau wudhu susah, mau jalan susah".

Setelah itu, skinny jeans itu hanya dipakai tidak lebih dari 20 kali sejak tahun 2009. Dan sekarang celana itu saya hibahkan untuk adik saya.

Kejadian terbodoh apa yang bikin malu pakai skinny jeans?
Jadi gini, waktu itu ada acara mentoring yang sebenernya nggak wajib - wajib banget buat dateng. Cuma mungkin karena Allah udah nyuruh "Taubat kamu ifa!", akhirnya saya sama niri dateng ke acara itu.

Dan..
Tahukah?
Salah kostum pisan!
Saat teteh - teteh dan temen - temen yang ikutan mentoring pada anggun dan cantik (cewek banget), saya dateng sama niri, masuk Aula dengan kostum skinny jeans.

Ya Allah. Malu pisan lah!

Sejak saat itu saya taubat dan nggak pernah lagi sama sekali pakai skinny jeans kemanapun.

Usut punya usut, disana saya juga dijelaskan kenapa perempuan "Lebih baik nggak pakai skinny jeans".
Alasannya adalah untuk masalah kesehatan reproduksi perempuan.
Tentunya kita sebagai perempuan, pasti mau dong bisa punya anak? Nah disanalah yang jadi titik temu dan alasan kenapa nggak terlalu baik pakai skinny jeans.

Katanya, kalau perempuan pakai baju ketat - ketat, nanti bisa menjepit ovarium dan organ reproduksi perempuan. Akibat paling parahnya adalah "Kemandulan". Off course! Saya langsung berhenti saat itu juga.

Emang perempuan aja yang kalau pakai skinny jeans bisa mandul? 
Siapa bilang?
Itu kan baru cerita dari sudut pandang saya sebagai perempuan.
Laki - laki juga bisa rusak organ reproduksinya kalau sering - sering pakai celana super ketat.

Pendapat saya tentang laki - laki ini saya dapet banyak di internet. Yaa, memang sih, nggak ada temen saya yang jadi korban (Semoga nggak ada), jadi kalau ada yang bilang, banyak diluar yang pakai skinny jeans bisa punya anak, yaa nggak salah juga. Soalnya yang saya liat sekarang, laki - laki yang pakai skinny jeans masih pada muda. Belum ada yang nikah dan belum ada yang punya anak.

So, nggak terbukti juga kalau "Suka pakai skinny jeans aman - aman aja."

Kan lebih baik kalau "Nggak pakai". Bukan "Nggak boleh pakai".

Balik lagi ke sudut pandang perempuan. Kan banyak tuh yang "kekinian" pada pakai skinny jeans, ada yang memang cocok kayak mbak diatas (karena beliau bukan muslimah) ada yang memang kurang cocok.

Kenapa kurang cocok? Semua pasti tau jawabannya mau laki - laki dan perempuan. Alasannya adalah karena berseberangan dengan kewajiban berjilbab.

Saya muslim, so, saya pakai sudut pandang saya sebagai perempuan muslim.

Kalau menurut saya, kalau ada perempuan berjilbab itu cantik, tapi lebih cantik dan lebih membuat saya iri kalau berjilbab dan pakaiannya sopan, rapi, longgar, nggak transparan.

Meskipun kelihatan kayak ibuk - ibuk katanya, tapi da menurut saya, selalu ada kecantikan perempuan yang tak terungkapkan dengan kata - kata. Tak terukur secara linier, tak terungkap secara eksplisit. Ada kecantikan yang lebih menawan dibanding sekedar "cantik" itu sendiri.
 Kalau laki - laki?

Ah, saya nggak terlalu paham tentang mode fashion laki - laki. Hehehehe

Tapi menurut saya, setiap laki - laki yang sholeh pasti tau bagaimana berpakaian yang lebih baik. Kalau semisal menggunakan skinny jeans bikin dia susah untuk wudhu, atau malah mengekspos bagian yang "Tidak pantas diungkap ke umum", pasti ditinggalin da.

Skinny jeans dipakai laki - laki?
Biasa aja.

Nggak terlalu memperhatikan gimana penampilan laki - laki. Laki - laki memang terlahir apa adanya (bukan makhluk pesolek), jadi kalau saya terlalu memperhatikan dan terlalu banyak berkomentar, nanti saya malah menjadikan mereka lelaki pesolek dong kalau sampai mereka bergaya ngikut - ngikut kata saya.

Khusus bang raditya dika, kemarin karena nggak sengaja aja ngeliat cara jalan beliau yang agak kesusahan gara - gara skinny jeansnya mungkin..Hehehehe *peace*

Btw saya kasih hadiah ilustrasi laki - laki pakai skinny jeans.

Fans justin bieber pasti bilang dia keren atau pantes atau cocok. Tapi orang yang nggak ngefans seenggaknya mikir ulang lah :D

Overall, selera berpakaian adalah selera masing - masing dalam program "menjadi diri sendiri". Tidak akan pernah ada komentar dari siapapun, kecuali dia menyayangi kamu lebih daripada menyayangi dirinya sendiri.

Kebanyakan orang lebih sayang orang lain daripada diri sendiri.

So, mari kita seimbangkan menyayangi orang lain dengan menyayangi diri sendiri.

Kalau kita nggak sayang sama diri kita sendiri, gimana orang lain mau sayang sama kita?
Publisher: FK - 20.54